GOLD CHART

GOLD CHART

HARGA DINAR



Friday, January 25, 2013

Redenominasi Untuk Apa ?


   assalmuallaikum

posting artikel terbaru dari pak Iqbal...sila disimak...
semoga bermanfaat!!!!

 Redenominasi Untuk Apa ?

Belum lama ini perusahaan konsultan global McKinsey&Company mengeluarkan laporannya tentang potensi Indonesia hingga 2030. Laporan ini nampaknya dibuat dengan sangat serius karena merupakan hasil interview dengn sejumlah menteri, akademisi dan pelaku usaha. Meskipun banyak manfaatnya karena dari laporan ini kita ‘bisa melihat’ kedepan, namun tetap saja kita harus sikapi dengan kritis karena laporan-laporan semacam ini tentu dibuat bukan tanpa kepentingan.

Hal-hal yang positif tentang laporan ini misalnya mengungkapkan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi ke 7 terbesar di dunia tahun 2030. Bahwa berbeda dengan negeri tetangga, untuk tumbuh kita tidak sepenuhnya tergantung pada pasar ekspor karena 65% dari GDP kita berasal dari pasar domestik.

Hal lain yang juga positif adalah potensi ekonomi Indonesia dari sektor perikanan dan pertanian yang dianggapnya akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi rata-rata di angka 7% seperti dalam ilustrasi disamping.

Selanjutnya yang juga saya setuju adalah untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang rata-rata tinggi tersebut, Indonesia harus secara sungguh-sungguh berinvestasi pada sumber daya manusia – khususnya pada peningkatan skills di berbagai sektor kehidupan. Pertumbuhan 7% tersebut menurut McKinsey hanya bisa dicapai bila ada peningkatan produktifitas rata-rata sekitar 60% dari sekarang sampai 2030.

Selain memberikan kabar baik, McKinsey juga memberikan peringatan yang perlu kita waspadai – yaitu khususnya yang terakit dengan pemerataan kesejahteraan. Menurut laporannya tersebut tahun 2030 – yang hanya 17 tahun dari sekarang, ketika anak Anda yang baru lahir menginjak usianya yang ke 17, 20 % dari penduduk Indonesia atau sekitar 55 juta orang saat itu akan tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar, dan sekitar 25 juta diantaranya bahkan akan kesulitan memperoleh air bersih.

Masalah air inilah yang dalam tulisan saya sebelumnya “Barakah Bukan Musibah…”  mengajak untuk mensikapi dan menindak lanjutinya dengan benar. Bila otoritas negeri ini bisa mengelola air yang belum lama ini menjadi bencana, menjadi air baku yang tersimpan dengan baik di sejumlah waduk-waduk – maka peringatan McKinsey untuk problem air tersebut di atas insyaAllah tidak perlu terjadi.

Hal lain yang saya kurang sependapat dengan McKinsey adalah pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan financial services. Saat ini rata-rata penduduk Indonesia hanya memiliki 2.3 produk yang terkait dengan jasa keuangan, sementara Malaysia rata-rata 5.4 dan Singapore rata-rata 7.7. Menurutnya Indonesia akan mendekati Malaysia atau bahkan Singapore ketika penghasilan kita tumbuh.

Pertumbuhan financial services membuat kekayaan masyarakat terpusat di perusahaan-perusahaan pengumpul dana masyarakat seperti bank, asuransi dlsb. Ketika dana itu terpusat pada segelintir institusi, maka yang bisa mengakses-pun hanya segelintir pihak. Masyarakat kebanyakan menabung dengan hasil yang pas-pasan bahkan sering kalah dengan laju inflasi, sementara segelintir orang yang memiliki privilege  akses terhadap capital yang terkonsentrasi akan menjadi semakin besar.

Kapitalisme ribawi tumbuh semakin besar peranannya dalam ekonomi masyarakat, manakala ditopang oleh industry jasa keuangan yang semakin besar. Mengapa 9 dari 10 pensiunan tidak siap secara finansiil ?, karena kekayaan mereka selama bekerja puluhan tahun tersimpan di berbagi produk jasa keuangan seperti dana pensiun, asuransi, deposito, tabungan dlsb.

Dari realita bahwa produk-produk jasa keuangan tersebut yang tidak mampu memakmurkan pemiliknya, mengapa harus diandalkan menjadi area pertumbuhan ?. Adakah orang bisa makmur dengan menabung ? Apakah para pensiunan - yang terbukti telah menabung selama puluhan tahun - bisa menjaga kwalitas kehidupannya dengan mengandalkan dana pensiun dan hasil deposito-nya ?.

Jadi darimana pertumbuhan itu terjadi mestinya ?, dari uang yang beredar dan berputar dengan cepat di masyarakat yang luas untuk menggerakkan sektor produksi dan sektor perdagangan. Inilah sektor-sektor yang secara riil memakmurkan masyarakat luas itu.

Jadi dalam 17 tahun dari sekarang, fokus tenaga terampil yang kita perlu bangun mestinya adalah untuk menguasai sektor-sektor produksi dari berbagai bidang dan juga sektor-sektor perdagangannya yang terkait. Agar kemakmuran merata, agar tidak terjadi 55 juta orang miskin tidak bisa mengakses sanitasi dengan baik sebagaimana skenario-nya McKinsey tersebut di atas.

Hal lain adalah daya beli atau ukuran kemakmuran yang sesungguhnya. Dengan skenario pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 % dan pertumbuhan jumlah penduduk rata-rata 1.15% , maka GDP per capita Indonesia akan berada di kisaran US$ 9,000 s/d US$ 10,000,- makmurkah kita saat itu ?. Standar US$-nya yang jadi masalah !.

Dengan pendapatan per capita rata-rata saat ini sebesar US$ 3,500,- ; rata-rata penghasilan orang Indonesia cukup untuk membeli sekitar 15 ekor kambing setahun. Bila tingkat penurunan daya beli Dollar 17 tahun mendatang sama dengan tingkat penurunannya selama 17 tahun yang lewat, maka penghasilan rata-rata sebesar US$ 10,000 tersebut akan setara kurang dari 10 ekor kambing. Artinya mengukur kemakmuran dengan timbangan US$ akan bias dan tidak bisa menggambarkan kemakmuran yang sesungguhnya.

Hal yang sama terjadi bila kita lakukan dengan Rupiah sekarang, penghasilan rat-rata per kapita kita saat ini yang berada di kisaran Rp 30.8 juta, akan menjadi sekitar Rp 100 juta pada tahun 2030 – bila otoritas moneter mampu menjaga nilai tukar Rupiah tidak lebih dari Rp 10,000/US$ sampai tahun tersebut.

Pertanyaannya adalah dengan pendapatan per capita kita di angka Rp 100 juta per tahun untuk tahun 2030, makmur kah kita ?. Lagi-lagi timbangan kambing (Dinar !) yang bisa mengukurnya dengan akurat. Pendapatan sekarang yang di angka Rp 30.8 juta kurang lebih cukup untuk membeli sekitar 15 ekor kambing untuk qurban yang baik.

Pendapatn Rp 100 juta tahun 2030 hanya cukup untuk membeli sekitar 2.5 ekor kambing ukuran qurban yang baik. Dengan Rupiah sekarang, harga kambing qurban saat itu akan mencapai Rp 40,000,000 ! tidak masuk akalkah ?.

Ketika tahun 1970, harga seekor kambing qurban yang baik masih di kisaran angka Rp 2,100,- tentu tidak terbayang oleh bapak-bapak kita saat itu bahwa suatu saat nanti ketika anaknya dewasa (yaitu jaman kita) harga kambing qurban menjadi Rp 2,100,000 per ekor. Harga kambing menjadi 1,000 kali lebih mahal dari harga kambing saat itu !.

Sesuatu yang tidak masuk di akal itu terjadi melalui apa yang disebut inflasi – yang terjadi secara gradual terus menerus tahun demi tahun !. Jadi dengan tingkat inflasi yang ada sekarang, tidak sulit bagi kita untuk membayangkan harga kambing akan naik hampir 20 kalinya dalam 17 tahun mendatang menjadi di kisaran Rp 40,000,000 per ekor.

Akan terlalu banyak angka nol untuk harga seekor kambing, maka sebelum itu terjadi – angka nol ini harus dibuang dahulu. Itulah relevansinya kebijakan redenominasi yang digagas pemerintah dan BI itu. Pada tahun 2030, harga kambing hanya akan menjadi Rp 40,000,- tetapi bukan Rupiah yang kita kenal sekarang – Rupiah kita yang telah dibuang tiga angka nolnya !

Jadi saya setuju dengan pemerintah dan BI untuk redenominasi, tetapi dengan alasan yang sedikit berbeda. Nggak tega saja membeli seekor kambing dengan harga Rp 40,000,000 ! Wa Allahu A’lam.

Monday, January 21, 2013

Harga Emas : Tidak Terlalu Tinggi dan Tidak Terlalu Rendah…

satu lagi terkait perkiraan perkembangan emas di 2013
saya postingkan artikel dari bapak Muhaimin Iqbal
semoga bermanfaat!!


Harga Emas : Tidak Terlalu Tinggi dan Tidak Terlalu Rendah…

Gunjang-ganjing harga emas dunia terjadi pada akhir pekan lalu ketika harga emas jatuh dibawah US$ 1,630/ozt sebelum akhirnya balik ke angka US$ 1,650-an. Rentang harga yang jauh ini terjadi karena pasar sempat panik setelah di-release-nya catatan pertemuan the Fed, bahwa QE -3 mungkin akan diakhiri tahun ini. Untuk sesaat pasar meresponnya dengan sentimen negatif berupa aksi jual emas karena harga emas diduga akan terus turun bila the Fed tidak lagi mencetak uang terus menerus dari awang-awang. Tetapi apa yang kemudian mendorong harga naik kembali dalam beberapa jam kemudian ?

Segera setelah pasar berfikir logis, bahwa secara fundamental problem ekonomi Amerika belum banyak berubah – bahwa segudang masalah masih menghadang di depan mata, maka pasar emas-pun kembali ke harga yang menurut saya wajar.

Tiga masalah utama yang dihadapi pemerintah Amerika saat ini adalah rencana pemotongan belanja dalam jangka panjang, peningkatan pendapatan dan kesepakatan  batas atas pinjaman. Untuk mengatasi masalah yang terakhir misalnya , yaitu proses negosiasi batas atas pinjaman negeri itu yang dilakukan di musim panas tahun 2011 lalu – telah mendorong harga emas naik ke angka tertingginya sepanjang sejarah – sempat menyentuh angka US$ 1,900/ozt di awal September 2011.

Batas atas pinjaman yang kini dipatok pada angka US$ 16.4 trilyun itu telah habis lagi terpakai sampai akhir 2012 lalu. Saat ini pemerintah negeri itu sedang berusaha dengan berbagai cara untuk mengatasi masalah hutang yang sudahmentog ini, tetapi kemungkinan hanya akan bertahan dua bulan sampai akhir bulan depan.

Negosiasi yang alot akan kembali terjadi mulai dalam beberapa pekan kedepan dan pasar berharap-harap cemas akan apa yang kemungkinan terjadi. Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Services bahkan sudah mengeluarkan warningbahwa ada kemungkinan mereka menurunkan rating pinjaman negeri itu bila masalah kesepakatan penurunan defisit tidak tercapai.

Dengan berbagai isu tersebut di atas, memang dalam jangka pendek harga emas dunia mudah bergejolak dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain. Namun setelah mengamati pergerakan harga emas ini dalam lima tahun terakhir, saya menjadi semakin yakin bahwa emas itulah uang yang sesungguhnya. Dia bisa naik tinggi tetapi tidak terlalu tinggi, atau turun rendah tetapi juga tidak terlalu rendah.

Mengapa demikian ?, atas kuasa Allah kepemilikan emas itu relatif menyebar ke seluruh pelosok dunia. Amerika-pun yang berusaha menguasai emas dunia sejak lebih dari setengah abad terakhir, penguasaan mereka hingga kini tidak lebih dari 5% dari emas dunia. Kepemilikan yang menyebar ini membuat tidak ada satu pihak-pun yang terlalu dominan di pasar.

Walhasil pasar emas dunia merupakan pasar yang paling mendekati pasar sempurna dalam  mekanisme pembentukan harganya. Ketika sentimen orang beli meningkat, stok relative tetap – maka harga melonjak. Ketika sudah cukup tinggi, pemilik stok merasa waktunya melepas stoknya – meningkatkan jumlah supply yang available untuk dijual – harga kembali turun, begitu pula sebaliknya.

Karena mekanisme pembentukan harga  yang terjaga mendekati pasar sempurna inilah maka emas menjadi uang yang paling adil. Daya beli Dinar emas misalnya tidak akan melonjak sampai cukup untuk membeli sapi, tetapi juga tidak akan turun sampai hanya cukup untuk membeli ayam. Harga Dinar tetap berada di kisaran harga kambing selama ribuan tahun. Berspekulasi dengan harga emas secara umum tidak akan membuat seseorang menjadi kaya – karena harga emas yang tidak bisa terlalu tinggi itu tadi.

Positioning emas yang paling pas untuk saat ini adalah sebagai unit of account, store of value dan bila sudah memungkinkan juga menjadi medium of exchange.

Sebagai unit of account dia akan terus dapat menimbang secara adil nilai barang-barang kebutuhan manusia sepanjang jaman, naiknya harga dia seiring naiknya komoditi lain – demikian pula dengan turunnya harga dia seiring turunnya harga-harga komoditi lain. Kemudian tinggal menyisakan faktor supply and demand – yaitu fitrah pembentukan harga di pasar.

Sebagai store of value, emas berulang kali menunjukkan fungsinya yang sangat efektif melindungi asset rakyat manakala pemerintah –pemerintah dunia gagal melindunginya. Untuk fungsi ini Anda bisa tes menggunakan Kalkulator Dinar  yang saya perkenalkan di menu situs ini sejak kemarin.

Di Indonesia di awal krisis 1997, harga 1 Dinar Rp 133,900,- di puncak krisis ketika pemerintah saat itu tidak bisa mengendalikan daya beli uang Rupiah kita, tahun 1998 harga Dinar ikut melonjak menjadi Rp 418,300. Dinar melompat proporsional harganya seiring dengan penurunan daya beli Rupiah saat itu.

Sepuluh tahun kemudian, ketika Amerika mulai dilanda krisis sub-prime mortgage hal yang sama terulang di negeri lain yang katanya perkasa. Sebelum krisis 2007, harga 1 Dinar setara US$ 89,-, pada krisis yang pertama tahun 2008, harga Dinar melonjak menjadi US$ 123,-. Dan hingga kini, respon atas ketidak mampuan negeri itu mengelola uangnya – yang menjadi reserve currency dunia, harga Dinar berada di kisaran angka US$ 235,- atau naik 164 % dalam lima tahun krisis financial Amerika.

Setelah dua dari tiga fungsi uang yaitu unit of account danstore of value terbukti diperankan dengan sangat efektif oleh emas, maka tinggal satu fungsi saja yang nantinya akan terjadi dengan sendirinya yaitu sebagai medium of exchangeatau alat tukar.

Setelah dunia lelah bereksperimen dengan uang fiat berabad-abad lamanya, kegagalan demi kegagalan, eksploitasi demi eksploitasi – maka masyarakat yang cerdas dunia insyaAllah akan kembali pada yang fitrah, mata uang yang adil sepanjang jaman yaitu satu-satunya mata uang yang berperan paripurna dalam ketiga fungsinya – unit of account, store of value dan medium of exchange. InsyaAllah.

memperkirakan harga emas 2013

Assalamuallaikum wr wb
jumpa lagi di awal tahun 2013
apa kabar harga emas di tahun ini?
berikut saya postingkan tulisan dari pak Endy J Kurniawan
semoga bermanfaat!!!!


memperkirakan harga emas 2013

Emas digerakkan global needs vs supplies, termasuk di dalamnya belanja perorangan, industri dan juga bank sentral. Bank sentral ini ‘jarang-jarang’ bertransaksi tapi volume dalam satu kali transaksi bisa ratusan ton! Mulai tahun 1990 bank sentral sibuk melakukan penjualan cadangan emasnya lalu berbalik arah mulai tahun 2008 ketika krisis pertama melanda Amerika, mereka mulai mengoleksi kembali cadangan emas, padahal saat itu harga emas sangat tinggi. Analis memperkirakan bahwa di tahun-tahun mendatang bank sentral akan terus mengkonsumsi emas untuk cadangan devisanya, sebagai bentuk kekhawatiran atas kondisi Amerika yang bisa jadi terjebak di resesi ekonomi ke-2 dan Eropa yang belum terlihat akan pulih. Di situasi ini, kita ingat bahwa “Gold is the anti-currency” – dimana ekonomi melemah dan ditandai mata uang yang makin tak terpercaya, emas makin jadi tempat pelarian.
Fiscal Cliff
Sebetulnya, apa yang terjadi adalah analis emas saat ini tak terlalu memberi perhatian atas apa yang terjadi di Amerika sana. Termasuk di dalamnya Fiscal Cliff. Bahkan jika seandainya deal untuk mengatasi jurang fiskal ini terjadi, maka driver harga emas makin ‘ke timur’ yaitu Cina dan India, dan (hopefully) Indonesia. Pada tahun 2002, Cina dan India mengkonsumsi emas dunia total 25%, akan tetapi pada 2012 naik menjadi 47% dan mereka menjadi dual-majority saat ini. Di waktu yang sama, Amerika menurun dari 25% share konsumsi emas dunia menjadi hanya 12% saat sekarang.
Emas ke depan “Would be not so US-centric” (Bloomberg) kendati dataran harga emas baru akan juga menunggu inisiatif ekonomi di Eropa dan AS. Maknanya juga bahwa kita harus lebih melihat apa yang terjadi di Mesir, Cina, India dan Turki yang makin menguat sebagai pengendali ekonomi kawasan. Semua negara ini ‘sehat’ secara ekonomi, dan negara sehat mengkonsumsi emas lebih banyak untuk keseimbangan cadangan devisanya.
Saya pernah menyebut pada bulan November 2012 ketika diwawancari oleh Bisnis Indonesia bahwa jika pada akhir 2012 emas menyentuh US$1750/toz maka ia bisa melesat lebih cepat tak terkendali di awal 2013. Tapi itu tak terjadi kemarin. Sehingga sampai dengan kuartal 1 2013 masih sangat rawan volatilitas. Dan ini benar-benar terjadi 3 pekan pertama 2013 dimana gerakan harga naik dan turun dalam mencapai 0,2% dalam satu hari.
Lalu kemana harga emas di 2013? Bloomberg menyebut USD1900 dan Reuters menyebut USD2200. Dengan kondisi Rupiah maksimal Rp10.000 per US$ ini akan mendorong harga emas menjadi 650.000 – 800.000 per gram. Pierre Lasonde (seorang analis emas) menyebut angka dalam jangka panjang, 10 tahun, akan menjadi USD13.000/toz. Angka paling moderat adalah kenaikan 8-12% selama 2013.